Mediasi Di Pengadilan: Solusi Damai Dalam Sengketa Hukum
- Jum'at, 04 Juli 2025
- 120 views
- 12 likes

Mediasi merupakan metode penyelesaian sengketa secara damai yang dinilai tepat, efektif, serta mampu memperluas akses bagi para pihak untuk mencapai penyelesaian yang memuaskan dan berkeadilan. Perdamaian adalah instrumen paling superior dalam menuntaskan persengketaan antarpihak berperkara. Melalui perdamaian, para pihak dapat menjajaki resolusi yang saling menguntungkan, sebab fokus utamanya bukan hanya pada aspek hukum, melainkan bagaimana kedua belah pihak dapat memperoleh manfaat optimal dari kesepakatan yang mereka capai. Hal ini juga menyoroti bahwa perdamaian lebih mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan, keinginan untuk saling membantu, dan berbagi, sehingga menghasilkan situasi di mana semua pihak mencapai kemenangan bersama.
Dalam kerangka reformasi birokrasi Mahkamah Agung Republik Indonesia yang berorientasi pada visi terwujudnya badan peradilan yang agung, mediasi diidentifikasi sebagai salah satu elemen pendukung krusial untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap keadilan, sekaligus mengimplementasikan asas peradilan yang sederhana, cepat, dan berbiaya ringan. Ketentuan hukum acara perdata yang berlaku, yaitu Pasal 154 Reglemen Hukum Acara untuk daerah luar Jawa dan Madura (Staatsblaad 1927:227) dan Pasal 130 Reglemen Indonesia yang Diperbarui (Staatsblaad 1941:44), mendorong para pihak untuk menempuh proses perdamaian yang dapat dioptimalisasi melalui mediasi dengan mengintegrasikannya ke dalam prosedur berperkara di pengadilan. Proses mediasi di pengadilan, sebagai bagian dari hukum acara perdata, berpotensi memperkuat dan mengoptimalkan fungsi lembaga peradilan dalam penyelesaian sengketa.
Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator. Mediator adalah hakim atau pihak lain yang memiliki sertifikat mediator sebagai pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Ketentuan mengenai prosedur mediasi dalam Peraturan Mahkamah Agung berlaku dalam proses berperkara di Pengadilan baik dalam lingkungan peradilan umum maupun peradilan agama. Setiap hakim, mediator, para pihak dan/atau kuasa hukum wajib mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi.
Hakim pemeriksa perkara dalam pertimbangan putusan wajib menyebutkan bahwa perkara telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan menyebutkan nama mediator. Hakim pemeriksa perkara yang tidak memerintahkan para pihak untuk menempuh mediasi sehingga para pihak tidak melakukan mediasi telah melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai mediasi di Pengadilan. Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan tersebut, apabila diajukan upaya hukum maka Pengadilan Tingkat Banding atau Mahkamah Agung dengan putusan sela memerintahkan Pengadilan Tingkat Pertama untuk melakukan proses mediasi.
Semua sengketa perdata yang diajukan ke Pengadilan termasuk perkara perlawanan (verzet) atas putusan verstek dan perlawanan pihak berperkara (partij verzet) maupun pihak ketiga (derden verzet) terhadap pelaksanaan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, wajib terlebih dahulu diupayakan penyelesaian melalui mediasi, kecuali ditentukan lain berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung. Sengketa yang dikecualikan dari kewajiban penyelesaian melalui mediasi meliputi:
- Sengketa yang diselesaikan melalui prosedur Pengadilan Niaga;
- Sengketa yang diselesaikan melalui prosedur Pengadilan Hubungan Industrial
- Keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha
- Keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen;
- Permohonan pembatalan putusan arbitrase;
- Keberatan atas putusan Komisi Informasi
- Penyelesaian perselisihan partai politik;
- Sengketa yang diselesaikan melalui tata cara gugatan sederhana; dan
- Sengketa lain yang pemeriksaannya di persidangan ditentukan tenggang waktu penyelesaiannya dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan Pasal 6 Perma No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan menjelaskan bahwa Para Pihak wajib menghadiri secara langsung pertemuan Mediasi dengan atau tanpa didampingi oleh kuasa hukum, Kehadiran para pihak melalui komunikasi audio visual jarak jauh yang memungkinkan semua pihak saling melihat dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam pertemuan dianggap sebagai kehadiran langsung. Ketidakhadiran para pihak secara langsung dalam proses mediasi hanya dapat dilakukan berdasarkan alasan sah. Alasan sah tersebut meliputi kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan hadir dalam pertemuan mediasi berdasarkan surat keterangan dokter; di bawah pengampunan; mempunyai tempat tinggal, kediaman atau kedudukan di luar negeri; atau menjalankan tugas Negara, tuntutan profesi atau pekerjaan yang tidak dapat ditinggalkan.
Pasal 7 ayat 1 Perma No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan menekankan kewajiban para pihak berperkara untuk beriktikad baik selama proses mediasi. Jika tidak beriktikad baik, maka gugatannya dinyatakan tidak dapat diterima. Pasal 7 ayat 2 menguraikan hal atau keadaan dimana salah satu atau kedua pihak berperkara dinyatakan tidak beriktikad baik, yaitu:
- Tidak hadir setelah dipanggil secara patut 2 (dua) kali berturut-turut dalam pertemuan mediasi tanpa alasan sah
- Menghadiri pertemuan mediasi pertama, tetapi tidak pernah hadir pada pertemuan berikutnya meskipun telah dipanggil secara patut 2 (dua) kali berturut-turut tanpa alasan sah;
- Ketidakhadiran berulang-ulang yang mengganggu jadwal pertemuan mediasi tanpa alasan sah
- Menghadiri pertemuan mediasi, tetapi tidak mengajukan dan/atau tidak menanggapi resume perkara pihak lain; dan/atau
- Tidak menandatangani konsep kesepakatan perdamaian yang telah disepakati tanpa alasan sah.
Demi memenuhi penyelenggaraan peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan serta memberikan akses yang lebih besar kepada para pihak dalam memperoleh penyelesaian sengketa perdata yang memenuhi rasa keadilan, adanya perkembangan dan kemajuan teknologi komunikasi serta informasi, Mahkamah Agung mendorong perlunya implementasi mediasi secara elektronik. Mediasi di Pengadilan secara Elektronik yang selanjutnya disebut Mediasi Elektronik adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator yang dilakukan dengan dukungan teknologi informasi dan komunikasi. Berdasarkan Pasal 11 Perma 3 Tahun 2022 tentang , Pertemuan Mediasi Elektronik diselenggarakan di ruang virtual yang ada dalam Aplikasi yang telah disepakati oleh Para Pihak, Ruang Virtual Mediasi Elektronik sebagaimana dimaksud disediakan oleh Mediator dan Pembiayaan Aplikasi dalam hal penyediaan ruang virtual ditanggung oleh Para Pihak.
Berdasarkan Pasal 15 Perma 3 Tahun 2022, Adapun etika pertemuan Mediasi Elektronik setidaknya memuat:
- kewajiban Para Pihak dan Mediator untuk mengikuti Mediasi Elektronik di dalam n:ang tertutup dan bukan tempat umum;
- kewajiban Para Pihak untuk menjamin ketenangan dan kenyamanan ruang untuk melakukan mediasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a
- kewajiban Para Pihak wajib menggunakan pakaian yang sopan selama pertemuan Mediasi Elektronik; dan
- kewajiban Para Pihak untuk meminta izin kepada pihak lain dan Mediator jika ingin meninggalkan pertemuan dengan menyebutkan alasannya
Bagi pihak yang terlibat dalam sengketa dan akan menempuh proses mediasi, ada beberapa hal penting yang perlu Anda persiapkan dan laksanakan:
- Hadir Tepat Waktu: Kehadiran Anda adalah wajib dan menunjukkan keseriusan Anda dalam mencari penyelesaian. Ketidakhadiran tanpa alasan yang sah dapat dianggap sebagai tidak beritikad baik.
- Beritikad Baik: Ini adalah kunci keberhasilan mediasi. Datanglah dengan pikiran terbuka, niat untuk mencapai kesepakatan, dan kesediaan untuk berkompromi. Bersikap kooperatif dan jujur akan sangat membantu.
- Sampaikan Kepentingan, Bukan Hanya Posisi: Dalam mediasi, fokuslah pada apa yang sebenarnya Anda butuhkan (kepentingan) daripada hanya bersikukuh pada tuntutan awal Anda (posisi). Misalnya, daripada hanya menuntut uang, jelaskan mengapa Anda membutuhkan uang tersebut (misalnya, untuk biaya pengobatan atau modal usaha).
- Dengarkan dengan Seksama: Berikan perhatian penuh saat pihak lain berbicara. Memahami perspektif mereka dapat membuka jalan bagi solusi yang belum terpikirkan.
- Bersedia Berkompromi: Mediasi jarang menghasilkan "semuanya atau tidak sama sekali." Bersiaplah untuk sedikit "mengalah" demi mendapatkan kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak. Ingat, "menang bersama" adalah tujuannya.
- Siapkan Dokumen Pendukung: Bawa dokumen atau informasi relevan yang dapat membantu menjelaskan posisi Anda atau mendukung usulan Anda.
- Jangan Terpancing Emosi: Suasana mediasi memang bisa menantang, tetapi usahakan tetap tenang dan profesional. Fokuslah pada penyelesaian masalah, bukan pada menyalahkan.
- Pahami Konsekuensi: Pastikan Anda benar-benar memahami isi kesepakatan perdamaian sebelum menandatanganinya. Akta Perdamaian memiliki kekuatan hukum mengikat.
Mediasi di pengadilan adalah kesempatan emas untuk menyelesaikan sengketa Anda secara damai, efisien, dan dengan hasil yang memuaskan semua pihak. Dengan persiapan dan sikap yang tepat, Anda dapat memaksimalkan potensi mediasi untuk mencapai penyelesaian yang berkeadilan dan bermartabat.