Memahami Esensi Diversi Dalam Penanganan Anak Berhadapan Hukum

  • Pidana
  • Jum'at, 11 Juli 2025
  • Admin
  • 78 views
  • 7 likes
Bagikan :

Anak merupakan harapan dan tumpuan orang tua, bangsa dan negara yang akan melanjutkan tongkat estafet Pembangunan serta memiliki peran strategis, yang akan menjamin kelangsungan bangsa dan negara. Oleh karena itu, setiap anak harus mendapatkan pembinaan dan perlindungan    dari sejak dini, anak    perlu    mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, baik   secara fisik, mental maupun sosial.

Saat ini, kenakalan anak sudah tidak bisa dipandang lagi sebagai kenakalan biasa. Anak-anak banyak  melakukan perbuatan yang tergolong    tindak pidana,  seperti pencurian,  membawa senjata tajam,  terlibat perkelahian, penggunaan narkoba, dan lain-lain. Namun demikian, anak yang melakukan tindak pidana dan perbuatan  yang  dilarang  oleh  hukum, harus ditafsirkan sebagai ketidakmampuan  akal  (pikiran), fisik (badan) atau moral dan mentalitas yang ada    pada    diri    anak    yang ditentukan oleh nilai kodrat.

Peraturan perundangan-undangan   yang   telah   dibuat   oleh pemerintah Indonesia untuk memberikan perlindungan hukum dan hak-hak  terhadap  salah satunya yakni Undang-Undang   Nomor   11   Tahun 2012  tentang  Sistem  Peradilan  Anak. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara Anak yang berhadapan
dengan hukum, mulai tahap penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana. Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak membagi tiga definisi anak yang berhubungan dengan tindak pidana sebagai berikut:

  1. Anak yang berkonflik dengan hukum adalah anak yang telah berumur 12 tahun, tetapi belum berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana.
  2. Anak yang menjadi korban tindak pidana (anak korban) adalah anak yang belum berumur 18 tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana.
  3. Anak yang menjadi saksi tindak pidana (anak saksi) adalah anak yang belum berumur 18 tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri.

Sistem Peradilan Pidana Anak mengutamakan keadilan restoratif, dimana menurut Pasal 1 angka 3 UU Sistem Peradilan Pidana Anak, keadilan restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.

Keadilan restoratif yang dimaksud meliputi:

  1. penyidikan dan penuntutan pidana anak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain dalam UU Sistem Peradilan Pidana Anak;
  2. persidangan anak oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum; dan
  3. pembinaan, pembimbingan, pengawasan, dan/atau pendampingan selama proses pelaksanaan pidana atau tindakan dan setelah menjalani pidana atau tindakan.

Diversi dalam sistem peradilan pidana anak wajib diupayakan dalam lingkup keadilan restoratif poin 1 dan 2 di atas. Mengutip Pasal 1 angka 7 UU Sistem Peradilan Pidana Anak, diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.

Diversi bertujuan untuk:

  1. Mencapai perdamaian antara korban dan anak
  2. Menyelesaikan perkara anak di luar proses peradilan
  3. Menghindarkan anak dari perampasan kemerdekaan
  4. Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi
  5. Menanamkan rasa tanggung jawab kepada anak.

Beberapa ketentuan mengenai diversi adalah sebagai berikut:

Pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara Anak di pengadilan negeri wajib diupayakan Diversi dan dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan:

  1. Diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun; dan
  2. Bukan merupakan pengulangan tindak pidana.

Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim dalam melakukan Diversi harus mempertimbangkan:

  1. kategori tindak pidana;
  2. umur Anak;
  3. hasil penelitian kemasyarakatan dari Bapas; dan
  4. dukungan lingkungan keluarga dan masyarakat.

Kesepakatan Diversi harus mendapatkan persetujuan korban dan/atau keluarga Anak Korban serta kesediaan Anak dan keluarganya, kecuali untuk:

  1. tindak pidana yang berupa pelanggaran;
  2. tindak pidana ringan;
  3. tindak pidana tanpa korban; atau
  4. nilai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah minimum provinsi setempat.

Kesepakatan Diversi untuk menyelesaikan tindak pidana yang berupa pelanggaran, tindak pidana ringan, tindak pidana tanpa korban, atau nilai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah minimum provinsi setempat dapat dilakukan oleh penyidik bersama pelaku dan/atau keluarganya, Pembimbing Kemasyarakatan, serta dapat melibatkan tokoh masyarakat. Kesepakatan Diversi dilakukan oleh Penyidik atas rekomendasi Pembimbing Kemasyarakatan dapat berbentuk:

  1. pengembalian kerugian dalam hal ada korban;
  2. rehabilitasi medis dan psikososial;
  3. penyerahan kembali kepada orang tua/Wali;
  4. keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS paling lama 3 (tiga) bulan; atau
  5. pelayanan masyarakat paling lama 3 (tiga) bulan.

 

Hasil kesepakatan Diversi dapat berbentuk:

  1. perdamaian dengan atau tanpa ganti kerugian;
  2. penyerahan kembali kepada orang tua/Wali;
  3. keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS paling lama 3 (tiga) bulan; atau pelayanan masyarakat.

Hasil kesepakatan dituangkan dalam bentuk kesepakatan Diversi dan apabila proses Diversi tidak menghasilkan kesepakatan atau kesepakatan Diversi tidak dilaksanakan, maka proses peradilan pidana Anak dilanjutkan

Aturan lebih lanjut mengenai diversi diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak. Hakim Anak wajib mengupayakan Diversi dalam hal Anak didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun dan didakwa pula dengan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih dalam bentuk surat dakwaan subsidiaritas, alternatif, kumulatif maupun kombinasi (gabungan).

Lihat Artikel Lainnya

Kategori