Upaya Hukum Dalam Perkara Pidana: Memahami Hak Anda Di Mata Hukum

  • Pidana
  • Jum'at, 01 Agustus 2025
  • Admin
  • 32 views
  • 1 likes
Bagikan :

Ketika seseorang terjerat dalam perkara pidana, istilah "upaya hukum" sering kali muncul. Namun, masyarakat awam masih belum memahami apa sebenarnya upaya hukum itu dan bagaimana cara kerjanya. Artikel ini akan menjelaskan secara sederhana berbagai upaya hukum yang dapat ditempuh dalam perkara pidana.

Pengertian Perkara Pidana

Perkara pidana adalah kasus-kasus yang berhubungan dengan kejahatan atau pelanggaran hukum yang bisa diancam dengan hukuman, seperti penjara atau denda. Contohnya, pencurian, penganiayaan, penipuan, hingga kasus narkoba.

 

Pengertian Upaya Hukum

Menurut Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur
dalam undang-undang ini. Tujuannya adalah untuk mencari keadilan yang lebih baik dan memastikan bahwa putusan yang dijatuhkan benar-benar sesuai dengan hukum dan fakta. Dalam perkara pidana, upaya hukum dibagi menjadi dua jenis utama: upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa.

 

Upaya Hukum Biasa

Upaya hukum biasa adalah langkah-langkah yang dapat ditempuh sebelum suatu putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Ada dua jenis upaya hukum biasa:

  1. Banding

Banding adalah upaya hukum yang diajukan oleh salah satu pihak (terdakwa atau jaksa penuntut umum) yang merasa tidak puas dengan putusan pengadilan tingkat pertama (Pengadilan Negeri). Pihak yang mengajukan banding berharap agar Pengadilan Tinggi memeriksa kembali perkara tersebut dan menjatuhkan putusan yang berbeda.

Pengajuan banding harus dilakukan dalam waktu 7 hari setelah putusan diucapkan atau diberitahukan kepada terdakwa yang tidak hadir dalam persidangan. Permohonan banding diajukan ke Pengadilan Negeri yang memutus perkara tersebut, dan nantinya akan diteruskan ke Pengadilan Tinggi. Pengadilan Tinggi akan memeriksa kembali fakta dan penerapan hukum dalam putusan Pengadilan Negeri. Putusan Pengadilan Tinggi bisa menguatkan, mengubah, atau membatalkan putusan Pengadilan Negeri.

Dasar Hukum: Pasal 67 sampai dengan Pasal 82 Pasal 233 ayat (1) dan Pasal 234 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

 

  1. Kasasi

Kasasi adalah upaya hukum yang diajukan ke Mahkamah Agung (MA) terhadap putusan pengadilan tingkat banding (Pengadilan Tinggi) atau putusan pengadilan tingkat pertama yang tidak dapat dimohonkan banding (misalnya, putusan perkara tindak pidana ringan). Tujuan kasasi bukan untuk memeriksa kembali fakta, melainkan untuk memastikan bahwa hukum diterapkan secara benar dan adil. Permohonan kasasi diajukan dalam waktu 14 hari setelah putusan Pengadilan Tinggi atau putusan Pengadilan Negeri yang tidak dapat dimohonkan banding diberitahukan kepada terdakwa.

Alasan kasasi terbatas pada hal-hal seperti:

 

  • Apakah peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya.
  • Apakah cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang.
  • Apakah pengadilan melampaui batas wewenangnya.

Mahkamah Agung akan memeriksa dan memutuskan permohonan kasasi. Putusan MA bersifat final dan mengikat (inkracht).

Dasar Hukum: Pasal 244 dan Pasal 248 KUHAP.

 

Upaya Hukum Luar Biasa

Upaya hukum luar biasa adalah langkah-langkah yang dapat ditempuh terhadap putusan pengadilan yang sudah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde), namun masih dirasakan ada kekeliruan atau ketidakadilan. Ada dua jenis upaya hukum luar biasa:

  1. Peninjauan Kembali (PK)

Peninjauan Kembali (PK) adalah upaya hukum yang diajukan kepada Mahkamah Agung terhadap putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap. PK bukanlah upaya hukum biasa yang berjenjang, melainkan upaya hukum luar biasa yang dapat diajukan jika ditemukan adanya kekhilafan hakim, kekeliruan nyata, atau adanya bukti baru (novum) yang pada saat persidangan belum ditemukan. PK dapat diajukan oleh terpidana atau ahli warisnya. Alasan pengajuan PK antara lain:

  • Jika terdapat keadaan baru (novum) yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum.
  • Jika dalam berbagai putusan terdapat pernyataan bahwa suatu perbuatan yang didakwakan kepada terpidana telah terbukti, akan tetapi tidak diikuti oleh suatu pemidanaan.
  • Jika putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lain yang kemudian terbukti.
  • Jika dalam satu perkara yang sama terdapat dua putusan atau lebih (saling bertentangan).

Pengajuan PK tidak dibatasi waktu dan dapat diajukan lebih dari satu kali, meskipun sangat jarang dikabulkan.

Dasar Hukum: Pasal 263 sampai dengan Pasal 269 KUHAP.

 

  1. Grasi

Grasi adalah pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana oleh Presiden. Grasi berbeda dengan upaya hukum lainnya karena bukan merupakan mekanisme peradilan, melainkan hak prerogatif Presiden. Grasi dapat diajukan oleh terpidana atau keluarganya yang telah dijatuhi pidana dan putusannya telah berkekuatan hukum tetap. Presiden dapat memberikan grasi dengan mempertimbangkan berbagai hal, seperti rasa keadilan masyarakat, pertimbangan kemanusiaan, dan kepentingan negara. Pemberian grasi tidak mengubah status terpidana, hanya meringankan atau menghapuskan sebagian atau seluruh pidana yang harus dijalani.

Dasar Hukum: Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi.

 

Mengapa Memahami Upaya Hukum Itu Penting

Memahami upaya hukum dalam perkara pidana sangat penting agar masyarakat, terutama mereka yang berhadapan dengan hukum, dapat mengetahui hak-haknya. Dengan memahami mekanisme ini, seseorang dapat mengambil langkah yang tepat untuk memperjuangkan keadilan, baik sebagai terdakwa maupun pihak lain yang berkepentingan.

Lihat Artikel Lainnya

Kategori